“Ya Tuhan kami, kami
telah menganiyaya diri kami sendiri, jika Engkau tidak mengampuni kami dan
memberi rahmat kepada kami, pastilah kami termasuk golongan yang rugi....”
Kalimat itulah yang
selalu terucap dari lisan dua hamba Allah yang menyesali perbuatannya melanggar
larangan Allah. Padahal Allah telah memberi kebebasan kepada mereka untuk
tinggal di surga dan menikmati semua yang ada di dalamnya kecuali sebatang
pohon khuldi. Jangankan memakan buahnya, mendekati pohonnya saja dilarang oleh
Allah. Tetapi rupanya kedua hamba Allah itu telah tertipu oleh bujuk rayu
Iblis. Buah terlarang itupun dimakannya. Akibatnya, hukuman dari-Nya pun harus
mereka terima.
“Wahai Adam dan Hawa....!
Keluarlah kalian dari surga dan tinggallah kalian di bumi sampai waktu yang
ditentukan....”
Adam dan hawa menyadari
bahwa mereka telah meninggalkan kedamaian ketika keluar dari surga. Di bumi
mereka harus menghadapi penderitaan dan pergulatan, dimana mereka harus
berupaya menundukkannya, memakmurkannya, dan membangunnya serta melahirkan keturunan
yang baik di dalamnya sehingga mereka dapat mengubah kehidupan menjadi lebih
baik.
Hari demi hari mereka
lalui dengan penuh perjuangan, hingga Allah mengkaruniai anak bagi mereka. Anak
pertama yang dilahirkan Hawa ternyata kembar, seorang anak laki-laki dan
seorang anak perempuan.anak laki-laki diberi nama Qobil dan yang perempuan
Iklima. Pada waktu berikutnya Hawa kembali melahirkan sepasang anak kembar, laki-laki
dan perempuan yang diberi nama Habil dan Labuda.
Keempat anak Adam dan
Hawa itu pun mulai tumbuh dewasa dibawah asuhan kedua orangtuanya dengan penuh
cinta kasih. Qobil tumbuh menjadi sosok pemuda yang sangat gagah dan tampan,
demikian pula Iklima, saudara kembarnya, tergurat kecantikan dan kemolekan di
wajahnya. Lain halnya dengan Habil dan Labuda, keduanya memiliki wajah yang
‘pas-pasan’, tidak setampan dan secantik kedua saudaranya. Hingga suatu hari
Adam mendapat wahyu dari Allah agar mengawinkan anak-anaknya.
“Wahai anak-anakku,
kini kalian telah tumbuh dewasa bapak berniat untuk menikahkan kalian, tetapi
bapak tidak bisa menentukan siapa pasangan kalian sehingga Allah memberikan
petunjuk bahwa, kau Qobil...harus menikah dengan Labuda...dan kau
Iklima...calon suamimu adalah Habil....”
Mendengar ketrangan
bapaknya, Qobil tidak terima “Tidak bisa! Mengapa aku dijodohkan dengan Labuda
yang jelek! Sedangkan Iklima yang cantik mendapat suami yang buruk rupa seperti
Habil. Bukankah Habil yang lebih pantas mendapat Labuda?! Sementara Iklima yang
cantik biar aku saja yang menjadi suaminya!....”
Adam mencoba memberi
pengertian pada Qobil, “Wahai Qobil...aturan seperti ini bukanlah bapak yang
membuatnya. Tetapi ini adalah ketentuan dari Allah....”
Rupanya Qobil telah
termakan bujuk rayu Iblis. Ia lebih menuruti hawa nafsunya daripada taat pada
keputusan yang telah ditetapkan oleh Allah sehingga tetap bersikeras tidak mau
menikah dengan Labuda.
Tidak ada yang dapat
Adam lakukan untuk mengatasi masalah itu selain memohon petunjuk pada Allah.
Kemudian atas petunjuk-Nya Adam memerintahkan kepada Qobil dan Habil
mempersembahakan qurban kepada Allah.
“Apa saja yang bisa
kami jadikan qurban. Lalu qurban kami akan ditaruh mana? Dan apa tandanya jika
qurban kami diterima oleh Allah?” tanya Qobil dan Habil.
“barang yang bisa
kalian persembahkan sebagai qurban ialah hewan ternak dan hasil pertanianmu.
Diantara hewan ternak atau hasil pertanian itu pilihlah yang paling baik.
Kalian bisa meletakkan qurban itu di suatu tempat yang telah ditentukan
tempatnya. Qurban yang diterima oleh Allah adalah yang tersambar oleh api dari
langit (petir)”.
Dengan disaksikan oleh
Adam, Hawa, Iklima dan Labuda. Qobil dan Habil mempersembahkan qurban di atas
bukit. Qobil mempersembahkan hassil pertaniannya. Namun ia sengaja memilih
hasil pertanian yang jelek.
“Susah payah aku
bekerja untuk mendapatkan hasil pertanian yang bagus. Mengapa aku harus buang
sia-sia untuk persembahan? Biarlah yang buruk saja aku jadikan barang
persembahan ini” , gumam Qobil.
Berbeda dengan Qobil,
Habil memilih seekor ternak yang paling baik dan paling ia sayangi. Ia
berpikir. “Hewan ternak yang bagus ini adalah semata-mata karunia dan rahmat
dari Allah. Pantaslah kiranya jika aku persembahkan kembali kepada Allah”.
Dengan berdebar-debar
mereka menyaksikan dari jauh. Hingga tiba-tiba nampak api yang besar dari arah
langit bergerak cepat menyambar qurban yang dipersembahkan oleh Habil.
Sedangkan qurban yang dipersembahkan Qobil tetap utuh, berarti qurbannya tidak
diterima.
[Bersambung]
0 komentar:
Posting Komentar