Kamis, 09 Mei 2013

KISAH HABIL DAN QOBIL


“Ya Tuhan kami, kami telah menganiyaya diri kami sendiri, jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, pastilah kami termasuk golongan yang rugi....”

Kalimat itulah yang selalu terucap dari lisan dua hamba Allah yang menyesali perbuatannya melanggar larangan Allah. Padahal Allah telah memberi kebebasan kepada mereka untuk tinggal di surga dan menikmati semua yang ada di dalamnya kecuali sebatang pohon khuldi. Jangankan memakan buahnya, mendekati pohonnya saja dilarang oleh Allah. Tetapi rupanya kedua hamba Allah itu telah tertipu oleh bujuk rayu Iblis. Buah terlarang itupun dimakannya. Akibatnya, hukuman dari-Nya pun harus mereka terima.

“Wahai Adam dan Hawa....! Keluarlah kalian dari surga dan tinggallah kalian di bumi sampai waktu yang ditentukan....”

Adam dan hawa menyadari bahwa mereka telah meninggalkan kedamaian ketika keluar dari surga. Di bumi mereka harus menghadapi penderitaan dan pergulatan, dimana mereka harus berupaya menundukkannya, memakmurkannya, dan membangunnya serta melahirkan keturunan yang baik di dalamnya sehingga mereka dapat mengubah kehidupan menjadi lebih baik.

Hari demi hari mereka lalui dengan penuh perjuangan, hingga Allah mengkaruniai anak bagi mereka. Anak pertama yang dilahirkan Hawa ternyata kembar, seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan.anak laki-laki diberi nama Qobil dan yang perempuan Iklima. Pada waktu berikutnya Hawa kembali melahirkan sepasang anak kembar, laki-laki dan perempuan yang diberi nama Habil dan Labuda.

Keempat anak Adam dan Hawa itu pun mulai tumbuh dewasa dibawah asuhan kedua orangtuanya dengan penuh cinta kasih. Qobil tumbuh menjadi sosok pemuda yang sangat gagah dan tampan, demikian pula Iklima, saudara kembarnya, tergurat kecantikan dan kemolekan di wajahnya. Lain halnya dengan Habil dan Labuda, keduanya memiliki wajah yang ‘pas-pasan’, tidak setampan dan secantik kedua saudaranya. Hingga suatu hari Adam mendapat wahyu dari Allah agar mengawinkan anak-anaknya.

“Wahai anak-anakku, kini kalian telah tumbuh dewasa bapak berniat untuk menikahkan kalian, tetapi bapak tidak bisa menentukan siapa pasangan kalian sehingga Allah memberikan petunjuk bahwa, kau Qobil...harus menikah dengan Labuda...dan kau Iklima...calon suamimu adalah Habil....”

Mendengar ketrangan bapaknya, Qobil tidak terima “Tidak bisa! Mengapa aku dijodohkan dengan Labuda yang jelek! Sedangkan Iklima yang cantik mendapat suami yang buruk rupa seperti Habil. Bukankah Habil yang lebih pantas mendapat Labuda?! Sementara Iklima yang cantik biar aku saja yang menjadi suaminya!....”

Adam mencoba memberi pengertian pada Qobil, “Wahai Qobil...aturan seperti ini bukanlah bapak yang membuatnya. Tetapi ini adalah ketentuan dari Allah....”

Rupanya Qobil telah termakan bujuk rayu Iblis. Ia lebih menuruti hawa nafsunya daripada taat pada keputusan yang telah ditetapkan oleh Allah sehingga tetap bersikeras tidak mau menikah dengan Labuda.

Tidak ada yang dapat Adam lakukan untuk mengatasi masalah itu selain memohon petunjuk pada Allah. Kemudian atas petunjuk-Nya Adam memerintahkan kepada Qobil dan Habil mempersembahakan qurban kepada Allah.

“Apa saja yang bisa kami jadikan qurban. Lalu qurban kami akan ditaruh mana? Dan apa tandanya jika qurban kami diterima oleh Allah?” tanya Qobil dan Habil.

“barang yang bisa kalian persembahkan sebagai qurban ialah hewan ternak dan hasil pertanianmu. Diantara hewan ternak atau hasil pertanian itu pilihlah yang paling baik. Kalian bisa meletakkan qurban itu di suatu tempat yang telah ditentukan tempatnya. Qurban yang diterima oleh Allah adalah yang tersambar oleh api dari langit (petir)”.

Dengan disaksikan oleh Adam, Hawa, Iklima dan Labuda. Qobil dan Habil mempersembahkan qurban di atas bukit. Qobil mempersembahkan hassil pertaniannya. Namun ia sengaja memilih hasil pertanian yang jelek.

“Susah payah aku bekerja untuk mendapatkan hasil pertanian yang bagus. Mengapa aku harus buang sia-sia untuk persembahan? Biarlah yang buruk saja aku jadikan barang persembahan ini” , gumam Qobil.

Berbeda dengan Qobil, Habil memilih seekor ternak yang paling baik dan paling ia sayangi. Ia berpikir. “Hewan ternak yang bagus ini adalah semata-mata karunia dan rahmat dari Allah. Pantaslah kiranya jika aku persembahkan kembali kepada Allah”.
Dengan berdebar-debar mereka menyaksikan dari jauh. Hingga tiba-tiba nampak api yang besar dari arah langit bergerak cepat menyambar qurban yang dipersembahkan oleh Habil. Sedangkan qurban yang dipersembahkan Qobil tetap utuh, berarti qurbannya tidak diterima.

[Bersambung]

0 komentar:

Posting Komentar